Selasa, 26 November 2013

Menahan Marah

Bismillahirrohmannirrohiim,

Tentunya teman-teman semua tau, jika sedang ada perseteruan antara seorang pengacara dan seorang artis. Di mana sang pengacara mengoceh di twitter, yang kemudian ditanggapi oleh anak laki-laki dari artis itu yang tidak terima ayahnya dilecehken. Timbul rasa ingin membela nama baik sang ayah, kedua anak laki-laki artis menantang duel di atas ring tinju. Masalah ini kemudian menjadi panjang karena si pengacara makin mengoceh tidak saja di twitter tapi juga di mass media. Makin menggelikan omongannya. Lebih lucu dari pada acara OVJ. Hihihi... kok malah jadi ngomongin infotainment sih. Bisa-bisa di protes nih kalau blog ini cerita gosip ^_^.

Ah si bunda, ngakunya jarang nonton TV tapi berita gosip kok paham gitu. Hehehe... Saking ramenya yang membicarakan, akhirnya kan jadi tau juga. Tapi... karena kasus itulah aku jadi ingin menulis tentang bagaimana seorang anak yang ingin membela kehormatan keluarga. Bukan karena dipengaruhi atau diminta oleh orang tuanya, tapi memang tumbuh dalam diri si anak. Peran orang tua perlu mengarahkan, agar pembelaan ini tidak menjadi perbuatan anarkis dan salah.

Di keluargaku, adalah Luthfan, si sulung yang selalu tampil di depan jika ada yang dia rasa tidak menghormati ayah bunda dan adik-adiknya. Kadang yang dilakukannya bisa dengan cara kasar, tapi kadang juga bisa dengan cara santun dan mengharukan. Jiwa mudanya memang harus selalu dibimbing agar tidak meluap.

Waktu aku masih mengelola kantin, Luthfan sedang bantu-bantu di kantin (waktu itu dia masih SMP, sekarang sudah SMA kelas XII). Tiba-tiba dia melihat ada karyawan kantin yang besikap dan berkata tidak sopan padaku. Luthfan langsung menghentikan pekerjaannnya, dan mendekati karyawanku dengan wajah yang tidak ramah, sambil berkata,"Bunda... Boleh nggak aku tonjok orang ini! Sembarangan nggak sopan gitu sama bunda."

Waahh.. tentu saja aku kaget dengan reaksi Luthfan. Aku malah jadi sibuk menenangkan emosi anakku itu. Terakhir dia mengancam," Lu begitu lagi sama bunda, lu ngadepin gua!" Tanpa ada rasa takut menghadapi karyawanku yang sudah pasti usianya jauh di atas Luthfan.

Akhirnya aku menyuruh Luthfan pulang supaya suasana kerja jadi tidak makin kacau. Dia sempat berbisik sebelum pulang,"Aku menghormati bunda, makanya aku nggak pukul dia. Tapi kalau dia ulangi lagi, jangan larang aku."

Aku usap kepalanya sambil mengucapkan terima kasih. Tak ada gunanya memberikan nasehat pada saat dia emosi begitu. Setelah di rumah barulah aku dekati Luthfan dan menasehati untuk tidak membiasakan diri menyelesaikan sesuatu dengan emosi apalagi adu fisik. Nasehat ini memang harus selalu diulang dan diulang terus sepanjang gejolak remajanya belum stabil. Tapi memang tetap harus memperhatikan waktu. Tidak pada saat dia sedang panas, supaya dia tidak merasa disalah-salahkan atas niat baiknya.

Siakpnya akan sama kalau ada temannya atau teman adiknya yang memakai nama ayah bundanya sebagai olok-olok/senda gurau.

"Lu ngeremehin ayah bunda gua, berarti lu ngeremehin gua. Gua nggak suka nama orang tua gua buat candaan gitu." Itu yang pernah aku dengar sendiri waktu temannya main ke rumah dan bercanda.

Atau bisa juga sikapnya mengharukan seperti yang pernah aku tulis dalam Kisah Sebuah Dompet. Membantu Hilman menyelesaikan masalah dengan temannya dengan cara baik sekali.

Begitulah... Menurutku wajar kalau seorang anak ingin membela orang tua yang dihormatinya. Seperti juga anak-anak artis itu. Yang perlu diarahkan adalah caranya. Jangan sampai, niatnya membela kebenaran tapi caranya salah, nantinya malah jadi berubah posisi menjadi pihak yang bersalah. Ini namanya konyol. Tak perlu adu fisik segala. Apalagi sampai ada yang terluka.

Sampai saat ini memang belum pernah terjadi Luthfan berantem dengan alasan apapun. Alhamdulillah. Tapi aku akui, anakku itu memang harus selalu diusap, dibelai, dipeluk, didengarkan, dinasehati, agar tidak lepas kontrol. Dan yang paling penting, tetap mendekatkan dia pada agama, terutama dalam menasehati. Bahwa kekuatan fisik bukanlah menandakan bahwa orang itu kuat di mata Alloh, tapi lebih kepada perlunya menahan hawa nafsu dari amarah itu sendiri.




Sudah banyak contoh, jatuh kehormatan seseorang justru karena tidak bisa menahan marahnya. Mengendalikan hawa nafsu pada saat marah memang tidak mudah, tapi perlu dibiasakan. Itu makanya kemampuan menahan marah dikatakan sebagai sebuah kekuatan. Diperlukan kesabaran dan pikiran positif, yang memang lebih membutuhkan pasukan tangguh.

Untuk bisa mendidik anak-anak bisa menahan marahnya, tentunya kita selaku orang tua yang harus terlebih dahulu memiliki sikap itu. Sebuah teladan memang selalu diperlukan. Insya Alloh.









Read more

Rabu, 06 November 2013

Delapan Hari Tanpa Internet

Bismillahirrahmannirrahiim,

Sore itu hujan cukup lebat. Karena pekerjaan rumah sudah beres, aku menyalakan komputer berniat mau blog walking. Ketika sedang asyik-asyiknya membaca tulisan sebuah blog, tiba-tiba petir menggelegar kencang, dan peettt...! Wifi dan komputer langsung mati. Mendadak cemas. Apanya nih yang kena? Setelah dicek, ternyata wifinya yang kena.


Keesokannya lapor ke ***dy. Tapi ternyata ditunggu tidak datang. Besoknya telpon lagi, juga tidak datang. Sampai empat kali telpon, tak kunjung datang juga. Galau dan mangkel sudah menumpuk jadi satu. Apalagi aku harus mengikuti #30HariBlogChallenge yang sudah memasuki week 2 waktu itu. Terpaksa nebeng membuat postingan di rumah teman. Yang namanya numpang, kan tetap harus menjaga dari kenyamanan pemilik rumah dan keluarganya. Apalagi harus kerepotan karena harus berbagi waktu dengan urusan antar jemput sekolah dan les anak-anak. Alhamdulillah akhirnya blog challenge minggu ke-2 beres juga akhirnya.

Senin kemaren, suamiku kembali menelpon ke ***dy dengan nada kalimat yang cukup tinggi, Selasa baru petugas datang dan sebentar dikerjakan sudah beres. Perangkat modem wifinya diganti dengan yang baru. Kalau dihitung-hitung berarti ada delapan hari kami tanpa internet. Karena biasa ada wifi, paket BBku ambil yang minimalis, anak-anak juga nggak ambil paket internet dari hape mereka. Jadi otomatis kami semua terdiam, tak bisa melakukan aktifitas seperti biasanya.

Galau? Diakui memang ada. Anak-anak juga ada mengeluhkannya. Apalagi sekarang banyak tugas-tugas sekolah yang mengharuskan mereka menggunakan internet. Tapi tetap saja ada hikmah yang bisa diambil. Aku malah jadi bisa lebih banyak ngobrol dan bercanda sama anak-anak. Secara anak-anak juga jadi lebih ada dalam nyata. Hihihi... Bisa iseng gangguin Astri di kamarnya, ngobrol sama Luthfan, mendengar curhatan Hilman, gelitikin Fanni sambil rekam-rekam suaranya. Pokoknya tetap seru aja.

Jadi ingat sama GA Iyha AmiOsar yang bertema sehari tanpa gadget. Kok ya pas. Di GA itu aku diminta Iyha menjadi juri, eehh... kok ya ngalami yang seperti ini. ^_^  Biar lebih menghayati peran sebagai juri kayaknya nih.

Tulisan ini memang bukan untuk diikutsertakan dalam GA tersebut, karena yang aku alami ini bukan tanpa gadget sama sekali. Tapi 8 hari tanpa internet, memang cukup merepotkan buat semua anggota keluarga. Sudah sedemikian menyatukah internet dengan kehidupan kita? Kalau mendengar keluhan anak-anak yang berhubungan dengan tugas sekolah mereka, kasihan juga mereka jadi harus menyelesaikannya dengan memanfaatkan wifi di sekolah mereka. Pulang sekolah jadi lebih sore.

Ada pengalaman sehari tanpa gadget? Atau berandai-andai apa yang akan dilakukan apabila sehari tanpa gadget? Tuangkan dalam tulisan untukmengikuti GA Sehari Tanpa Gadget yang sedang digelar oleh pemilik Little O Store.
http://advertiyha.blogdetik.com/2013/10/27/sehari-tanpa-gadget/







Read more

Senin, 21 Oktober 2013

Pertanyaan Untuk Anak-Anak

Bismillahirrahmannirrahiim,

Masih ingin menulis di blog ini, meski sebetulnya Lovely Little Garden sudah agak lama tidak update. Rasanya sedang senang bicara tentang anak-anak. Makin hari, makin ada saja yang membuatku tersenyum dari sikap dan perilaku anak-anak. Tak selamanya tersenyum sebetulnya, sebab dibalik tingkah laku manis anak-anak, selalu saja ada yang berbeda pendapat dengan ayah bundanya. But... so far so good-lah.

Melihat-lihat galery hape Astri sering dapat yang lucu dan unik aja. Tentu saja ini aku lakukan atas ijinnya. Kalau tidak, ya mana bisa aku buka hapenya, secara bunda satu ini kan gaptek. Salah pencet aja teriak-teriak dulu biar bisa kembali ke menu sebelumnya. Hihihi...

Galery hapenya banyak berisi quote, coretan-coretan tangannya, foto-foto diri dan teman-temannya, foto-foto benda, pemandangan atau apa saja yang nantinya bisa dia jadikan background quote. Dan... lagi-lagi aku tertarik pada sebuah tulisan tentang ibu dalam bahasa Inggris. Membacanya, aku tersenyum tipis dan tak tahan untuk memanggil dan bertanya pada Astri.

tulisannya sudah aku edit sendiri

"Astri, tulisan yang ini, menurut Astri, Mom-nya bawel nggak?"

"Bawel sih, tapi no problem."

"Maksudnya?"

"It's mean, their mom don't care with their kids."

"So...?"

"So... I prefer you ask me some question."

"Are you sure?"

"Iya Bundaaaa... Ditanya-tanya begitu kan artinya my mom perhatian. Nggak masalah, malah suka."

"Tapi kan ada yang merasa selalu diawasi, ibunya cerewet, kepo, mau tau aja, dan... banyak lagi."

"Ahhh.. anak-anak itu aja yang lebay. Kalau dicuekin baru tau rasa deh ntar. Bunda ingat nggak kemaren waktu aku ijin mau pergi malah minta bunda tanya-tanya persiapanku. Kuatir ada yang kelupaan. Aku malah pengennya bunda tau aku pergi sama siapa aja. Aku jadi lebih merasa aman."

"Alhamdulillah... Bener begitu, Nak?"

"Iya Bundoooo... Believe me."

"Tapi pertanyaan bunda beda dengan yang ada di tulisan itu."

"Ya harus beda doong... Because I'am special... Am I, Mom?"

"Hahaha... Of course, dear. Remember the list?"

"Ingaaaatt....! Pertanyaan wajib beserta pertanyaan tambahan sesuai dengan situasi dan kondisi. Hahaha...... I love you, Mom."

Apa lagi selanjutnya kalau bukan peluk dan cium buat gadisku itu.

Inilah pertanyaan wajib bunda buat Astri 

Kalau menurut teman-teman semua, bagaimana dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyertai anak-anak bila minta ijin pergi? Perlukah? Atau malah tidak, dengan maksud melatih kemandirian dan tanggung jawab anak. Sebatas mana kita bisa bertanya kepada anak-anak? Kita sharing yuk... ^_^







Read more

Sabtu, 19 Oktober 2013

Pelukan Ibu

Bismillahirrahmannirrahiim



Sebuah pelukan yang diberikan dengan penuh kasih sayang akan membawa efek yang dahsyat. Aku ingin bercerita tentang efek dahsyat sebuah pelukan dari seorang ibu kepada anak laki-lakinya. Mengapa aku katakan dahsyat? Sebab efeknya tidak saja dirasakan oleh mereka berdua yang berpelukan, tapi juga oleh seorang anak gadis yang melihatnya. Seorang adik dari anak laki-laki itu. Dan gadis itu adalah... Aku.

Aku masih kuliah waktu itu, dan mas Yoyok sudah bekerja di Kalimantan, di sebuah perusahaan tambang batu bara. Aku lupa berapa bulan mas Yoyok tidak pulang, yang jelas aku sudah amat merindukannya, begitupun ibu dan bapak. Mas Yoyok memang tak perlu waktu lama mencari pekerjaan sejak lulus kuliah. Alloh memudahkan hanya dengan sekali melamar, bisa diterima bekerja di perusahaan batu bara yang cukup besar itu. Kami semua tentu dengan bahagia mendukungnya, walaupun itu berarti harus rela berbulan-bulan tak bertemu dengannya.

Hari itu... Mas Yoyok akan pulang untuk pertama kalinya. Aku dan ibu sibuk menyiapkan masakan kesukaannya. Ingin menyambutnya dengan hangat. Aku semangat sekali membayangkan idolaku itu akan pulang. Maka... Kalau ada yang amat berkesan dari kepulangannya itu, amatlah dalam maknanya.

Aku sudah sering melihat ibu memeluk masku. Adalah pemandangan biasa buatku melihat ibu mendekap masku. Tapi... hari itu beda. Ibu menyambut kedatangan masku dengan kedua tangan terbuka, begitu masku dekat dengan ibu, segera pelukan erat dari ibu rekat di tubuh mas. Yang aku tahu, itu pelukan rindu, pelukan bahagia, pelukan harapan, pelukan sayang. Ahh... Pelukan dengan segenap perasaan yang tak sanggup diungkapkan dengan kata-kata oleh ibu kepada mas. Semua rasa yang ada dihati ibu, tumpah ruah dalam ungkapan berwujud pelukan dan airmata yang tak sanggup dibendungnya. Tangan ibu melingkar pada leher mas, wajah ibu terbenam pada dada mas, tak ada kata-kata.... hanya airmata yang bicara. Bicara banyaaak sekali. Lama ibu tak melepas pelukan itu. Mungkin sebetulnya ibu ingin merangkaikan kata-kata indah buat mas. Mengemas isi hatinya dengan ungkapan-ungkapan yang menenangkan mas. Tapi ibu tak sanggup. Mas terdiam dalam haru. Menerima dan menikmati semua ungkapan rasa ibu dengan kedamaian.

Subhanallah... Ya Rabb! Dadaku bergetar menyaksikannya. Bukan karena aku iri atau tidak suka. Tapi aku seolah bisa merasakan kebahagiaan masku mendapat pelukan itu. Seakan aku merasakan langsung pelukan ibu itu. Sepertinya aku mengerti mengapa ibu sampai mencurahkan semua rasanya pada sebuah pelukan hangat dan dalam kepada anak sulungnya itu. Aku bersyukur dapat menyaksikan moment itu, memahami maknanya, merasakan kebahagiaannya, dan merekamnya dalam memori yang kuat. Menyimpannya dalam ingatan yang lekat. Hingga saat ini. Meskipun itu sudah berlalu hampir 20 tahun yang lalu. 

Ibuku memang terbiasa memeluk anak-anaknya. Tapi bahasa kasih ibu kepada kami anak-anaknya memang berbeda-beda. Sepertinya ibu begitu memahami bagaimana menyelami anak-anaknya. Kepadaku yang mempunyai sifat sama kerasnya dengan ibu, berbeda dengan kepada mas dan adik-adikku. 

Mengapa aku katakan efek sebuah pelukan bisa menjadi dahsyat? Karena semakin hari aku semakin mengerti apa arti sebuah pelukan, bagi ibu dan bagi anaknya. Setelah menjadi ibu dari 5 orang anak, aku kini bisa merasakan makna sebuah pelukan dari sisi seorang ibu. Kalau dulu aku seolah bisa membayangkan kebahagiaan mas ku (anak) menerima pelukan ibu. Kini aku mengerti kebahagiaan ibu waktu memeluk mas. Aku kini merasakan sendiri perasaan ibu memeluk anak sulungnya. Harapan dan doa pada seorang anak laki-laki paling besar selalu terselip dalam pelukanku. Maka wajar bukan kalau aku katakan efeknya dahsyat.

Maha Pengasih dan Penyayang Allah yang memberikan kebahagiaan dan kedamaian lewat sebuah sentuhan sederhana. Ternyata sebuah pelukan yang dilakukan dengan tulus dengan melafaskan Asma Allah mampu memberikan kekuatan seorang ibu menghadapi hari-harinya. Mudah sekali bagi Allah memberi kehangatan dan kedekatan hati ibu dan anaknya. 
Ternyata bukan hanya anak yang butuh pelukan dari ibunya, tapi sang ibu juga membutuhkan pelukan dengan anaknya. 
Jadi kalau kita berfikir, kita memeluk anak karena ingin sekedar membahagiakan dan menenangkan anak, rasanya tidak terlalu benar (meski juga tidak salah). Coba rasakan apa yang kita butuhkan pada saat kita lelah dengan segala persoalan hidup, pada saat harapan-harapan berguguran satu demi satu, pada saat keresahan bagai tak mampu kita teriakkan, saat galau datang, memeluk anak mampu memberikan energi tersendiri - tentu saja memohon petunjuk dan kekuatan tetaplah pada Allah semata . Jadi kalau kita butuh anak-anak untuk membantu kita menumbuhkan energi dan semangat, mengapa kita enggan memeluknya....? 


*Efek kangen bunda pada Luthfan. Tiga hari aja kok rasanya lama banget ya, Nak.







Read more

Jumat, 04 Oktober 2013

Menjadi Teman Anakku

Bismillahirrahmannirrahiim,

Sebagai seorang ibu, sudah barang tentu aku ingin bisa menjadi teman buat anak-anak, bahkan menjadi teman dari teman anak-anakku. Setiap ada teman anak-anak yang main ke rumah, aku selalu mencoba menyapa dan sedikit berbincang dengan mereka. Awalnya aku kuatir akan dianggap emak-emak usil oleh para remaja itu. Tapi rupanya tidak. Dengan berusaha membaur dengan mereka, aku jadi bisa ikut bersenda gurau dengan mereka. Tak usah berlama-lama, sebab nanti bisa-bisa mengganggu keperluan mereka datang ke rumah. Bagaimanapun, mereka tetap membutuhkan privacy dalam bercanda dan berbincang. Tanpa ada seorang emak kepo di antara mereka. Hihihi...

Yang seru adalah pertemananku dengan teman-teman Astri. Ada untungnya rumah kami dekat dengan sekolah Astri sejak SMP sampai SMA ini. Teman-teman Astri jadi sering kumpul di rumah baik untuk belajar bersama atau sekedar main saja. Astri kalau punya teman, biasanya cukup solid. Bahkan teman SDnya saja masih banyak yang suka datang ke rumah. Karena Astri sering bercerita tentang teman-temannya, akupun jadi hapal dengan nama mereka.


Lucunya, ada diantara mereka yang suka sekali baca tulisanku di Lovely Little Garden. Sampai-sampai Astri berpesan, "Bunda kalau mau nulis tentang aku di blog lain aja, jangan di Lovely Little Garden. Teman-temanku banyak yang baca. Ntar aku diledekin."

Astri punya grup WA dengan teman-temannya. Seringkali Astri bercerita topik apa yang sedang ramai mereka perbincangkan atau candakan. Aku sering ikut tertawa dan minta Astri menuliskan "celetukanku" di WA mereka. Bahkan nasehat kadang aku titipkan, dan bener-bener disampaikan sama Astri di grup. Aku jadi serasa jadi anggota grup itu.

"Bunda pesan, di SMA manapun kalian nanti diterima, itu adalah yang terbaik buat kalian. Alloh Maha Tahu apa yang terbaik untuk hambaNya." Astri menulis persis apa yang aku katakan. Dan teman-teman Astri satu persatu menjawab,

"Iya, bunda. Terima kasih." Atau... "Doakan kami dapat yang terbaik." Atau..."Siap, Bunda."

Tapi kadang Astri bikin iseng,"Bunda gua pesen nih... Jangan nakal sama Astri, yang suka jajanin Astri."

Weeewww... Modusnya Astri memanfaatkan nama bunda. Kalau aku tertawa dibacakan isi WA teman-temannya, Astri akan menyampaikan," Wooi.... diketawain bunda nih...!"

Pernah aku bilang,"Kalau Astri kesulitan pelajaran, tolong dibantu ya."

Eeeh... besoknya mereka datang ke rumah untuk belajar bersama. Ahaaaiii... pada nurut bener ya. Mereka mengerjakan soal-soal, diselingi senda gurau khas remaja tentunya. Rumah jadi ramai.

Berikut ini ada beberapa foto yang menggambarkan pertemanan Astri. Hanya sedikit yang ada di fileku. Tapi tak apalah, hanya sekedar menggambarkan keceriaan remaja-remajaku.

awalnya Astri hanya bertanya soal yang tak bisa dikerjakan pada satu temannya
tiba-tiba yang lain nimbrung

 tugas kelompok plus main kartu UNO

Buka Puasa bersama Ramadhan lalu

Serba-serbi 

Lagi pada liat apa sih? 

bersahabatlah selamanya

Senang sekali rasanya bisa membaur dengan teman-teman Astri. Jadi berapa muda. #jauhin cermin ^_^ Tiap datang dan mau pulang, mereka selalu mencium tanganku sebagai tanda hormat. Ada yang belum kesampaian nih... Pengen main kartu UNO sama mereka, tapi takut kalah dan dicoret-coret bedak. Maluuuuu.... hihihi....

Ada tulisan lucu disimpan di hape Astri. Ternyata sampai seperti itu ya seorang ibu diibaratkan dalam perhatian anaknya. Waktu aku membaca tulisan ini, aku ketawa geli. Jadi aku minta Astri mengirim ka hapeku.

H





Read more
Diberdayakan oleh Blogger.
 

Pena Bunda © 2008. Design By: SkinCorner