Rabu, 06 Februari 2013

Hal-hal Baik

Bismillahirrahmannirrahiim...

Pernah merasa emosi yang tinggi pada anak? Merasa sulit sekali menasehati anak. Anak jadi sulit sekali diatur. Berbagai cara dilakukan tapi malah menambah panas suasana. Aku mengalaminya.

Rasanya sudah waktunya aku menuliskan hal-hal baik dari anak sulungku, Luthfan. Beberapa hari ini rasanya Luthfan membuatku mudah emosi. Aku jadi mulai mudah marah padanya. Luthfan mulai mudah membantah dan nada bicaranya tinggi. Sedih rasanya.

Kalau ini menyangkut pertengkaran dengan saudara-saudaranya aku sudah pernah membahas dalam sebuah tulisan Anak-anak Juga Bisa Stress, bagaimana kebiasaan keluargaku menyelesaikannya. Kali ini tidak demikian. Luthfan menunjukkan uring-uringan sendiri, marah-marah hanya karena masalah-masalah sepele.




Kalau sudah begini, kebiasaanku adalah duduk diam, menuliskan hal-hal baik dari anak-anakku, atau paling tidak memejamkan mata mengingat hal-hal positif dari anak-anak, agar emosiku meredam dan bisa bersikap lebih tenang. Menghadapi remaja seusia Luthfan memang harus tenang.  Bagaimanapun juga adalah kewajibanku untuk merengkuhnya. Mencari tahu mengapa dia dalam beberapa hari ini berubah perangainya.

Sering orang tua justru ikut terbawa suasana emosi itu. Bahkan kemudian menyalahkan anak-anak mengapa mereka tiba-tiba berperangai tidak seperti biasanya. Berteriak-teriak memarahinya. Lebih jauh lagi kemudian menyalahkan lingkungan tempat anak bersosialisasi di luar rumah.

Aku selalu berusaha mencari tahu akar permasalahan di dalam rumah. Ada apa di rumah sampai anak-anak seperti itu. Mengapa anak menjadi emosional manakala mendapatkan masalah. Malu rasanya kalau sudah terlanjur menyalahkan lingkungan padahal akar permasalahan adalah di dalam rumah. Benahi dulu suasana di rumah. Sudahkan membuat anak-anak nyaman? Kalau memang setelah diamati ternyata sebabnya adalah dari luar, barulah cari solusinya.

Setelah aku merasa tenang, barulah aku ajak Luthfan bicara. Jangan dikira Luthan mau begitu saja mengungkapkan isi hatinya. Harus dengan kalimat pancingan yang pas. Sebagai bundanya, tentu saja aku tahu dari mana harus memulai pembicaraan. Aku mengenal karakter Luthfan dengan baik. Kemudian barulah Luthfan mau melepaskan unek-uneknya, sambil tetap dipancing dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya mau bertutur dengan nyaman.

Tidak perlu aku ungkapkan di sini apa yang membuat Luthfan seperti itu. Ada privacy yang tidak ingin aku ungkapkan. Yang jelas, mengawali dengan menuliskan hal-hal baik dari Luthfan, mampu membuatku berpikir positif dan menghargai anakku. Kemudian bisa menasehatinya dengan lebih tenang. Hal itu bisa membuat Luthfan menerima nasehatku tanpa merasa disalah-salahkan, tapi mengakui kesalahan, dan terbuka dengan masalah yang dihadapinya. Aahh... anak-anak memang perlu rengkuhan....

Tanggung  jawab Luthfan kepada adik-adiknya bisa diacungi jempol. Tiap pagi sebelum sekolah, dialah yang mengantar Astri dan Hilman ke sekolah mereka. Sore kalau Astri les, dia juga yang menjemput. Hilman ada perlu beli ini itu untuk keperluan sekolah, dia juga yang mengantar. Katanya,"Aku aja yang urusin, Bun... Aku bisa."

Tak ada alasan untuk mencapnya sebagai anak nakal, tidak hormat, pembangkang, dan lainnya. Karena Luthfanku adalah anak yang berbakti pada orang tua, sholatnya 5 waktu, sayang pada adik-adiknya, tanggung jawab pada sekolahnya, pada dirinya. Banyak...!

Tak lupa... peluk Luthfan, usap kepala Luthfan, belai wajah Luthfan, dan "Bunda sayang Luthfan..."




62 komentar:

  1. aku juga duduk dulu, mbak, kalau lagi marah. seingatku, ada hadits nabi yang mengatakan kalau marah, duduklah, kemudian ambil air wudhu. cmiiw. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak Rochma, memang demikian hadistnya. Islam memang indah ya...

      Hapus
    2. Emosi pada anak? Ya sering sekali. Namun saya selalu diingatkan agar tidak terlalu keras kepada anak apalagi sampai dengan hukuan fisik. Saya pernah liat video seorang ayah yang menendang anaknya yang masih usia 5 tahun. Saya jadi marah melihatnya. Dari situ seolah saya sadar ternyata Anak tidak perlu mendapat kekerasan, Stop kekerasan kepada Anak

      Hapus
    3. Astaghfirullah... Kejam sekali sampai nendang begitu anak kecil.
      Betul pak Asep.. stop kekerasan. Mau jadi apa nanti kalau anak sejak kecil dikasari apalagi dipukuli..?

      Hapus
  2. senang sepertinya punya ibu kaya bunda, tapi setiap ibu pasti mempunyai cara berbeda dalam mengungkapkan perhatian kepada setiap anaknya. ^^
    aku sayang ibunda :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas Banyu, setiap ibu lebih mengenal karakter anaknya shg tau mesti bersikap bagaimana dlm menasehatinya.

      Hapus
  3. luthfan nyari jati diri x ya bunda :D
    Dulu pas aq umur sgitu jg sering uring2 ngan, ngrasa serba salah... tp ortu memang top, baru sadar stelah bicara baik2 :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya demikian. Semoga Luthfan bisa menemukan jati diri yang baik dalam dirinya.

      Hapus
  4. dicatet, diinget-inget utk bekal hari depan..hehe
    fayyadh baru 22 bulan mba
    terima kasih telah berbagi inspirasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang sikonnya berbeda karena anak sifatnya beda2. Tapi yang jelas, jangan asal menyalahkan anak.

      Hapus
  5. wah, jadi belajar nih dari bunda Niken.... makasih ya Bun...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anak kita sama-sama banyak ya mbak Titi. Rasanya kebayang kan gimana hrs meperlakukan anak2 sesuai dengan karakternya.

      Hapus
  6. thanks mbak , bisa aku ingat terus nih poin-poin pentingnya

    BalasHapus
  7. sejak bayi masih dalam kandungan hingga kemudian tumbuh menjadi dewasa..maka sentuhan kasih sayang lah yang akan membentuk karakternya kelak, bila sikap lemah lembut yang selalu ditemuinya, insya ALLAH sang anak juga kan tumbuh dengan sikap lemah lembut, demikian juga sebaliknya bika sikap emosional yang selalu dihadapinya, maka ia akan tumbuh mengikuti sikap emosional tersebut....salam :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari 5 anak saya, baru Luthfan yang menunjukkan sikap begitu. Tapi memang saya selaku ibunya selalu mencoba introspeksi, apakah ada kesalahan saya dlm mendidiknya.

      Makasih mas Hari...

      Hapus
  8. Benar sekali, Bu, kuncinya adalah tenang. Di samping semua apa yang Bu Niken tulis di atas, tentu secara khusus menyebut namanya dalam doa kita setiap usai dzikir shalat, lebih khusus lagi, kita membaca alfatihah lalu berdoa kepada-Nya agar melembutkan hati anak-anak kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah dapat nasehat yang baik banget dari pak Azzet. Matur nuwun pak... :)
      Insya Allah demikian...

      Hapus
    2. Sami-sami, Bu, mari saling mendoakan.

      Hapus
  9. great!

    dan bunda, ternyata anak udah lumayan gede :))

    Keep istiqomah jadi ibu yang baik.hhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih...
      Iya mas Uchank... si sulung sudah SMA...
      Insya Allah mas...

      Hapus
  10. Subhanalloh.. salam buat Luthfan Bunda :)
    Semoga Bunda dan Luthfan selalu dalam kasih sayangNya. Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah disampaikan mas Yudhi... sekarang sedang sakit. Malah jadi keluar kolokannya...

      Aamiin... makasih mas...

      Hapus
  11. Beruntunglah Lufthan dan adik2nya memiliki ibu yg bijak spt dirimu mba. Yang selalu berusaha untuk memahami sikapnya sembari mencari solusinya...

    Sayang sekali, diluar sana, banyak sekali org tua yg tak peduli atau tak sempat lagi mempedulikan anak2nya... Bisanya hanya menghakimi dan marah2 jika sesekali anaknya berubah sikap...

    Mudah2an postingan ini bisa jadi input positive bagi kita semua ya mba...

    Kalo aku biasanya akan duduk dulu, diam, tarik napas, keluarkan perlahan, ambil kertas, gambar hutan kusut... Haha... Setelah lega, pikiranku terasa damai, baru ajak Intan bicara baik2, sharing berdua, dan biasanya its work! :).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... mbak Al udah gambar berapa hutan tuuh...?
      What ever lah ya mbak.. banyak cara untuk meredam emosi.
      Seperti hadist yang menyatakan kalau kita emosi maka duduk, kalau belum hilang juga maka berbaring...

      Hapus
  12. kata-kata yang terakhir itu lhoooo...
    so sweet ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waahh... kalau yg itu hobinya bundanya.
      Aku butuh melakukan itu, bukan sekedar anak2 yang suka diperlakukan begitu.

      Hapus
  13. Semoga Lutfan menjadi anak yang sholeh dan senantiasa membuat Bundaya tersenyuum. . .

    Ikut belajar ya, Bunda. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin... Insya Allah.
      Makasih Idah... silahkan kalau memang ada yang bisa dipelajari.

      Hapus
  14. sangat menarik tulisannya........terima kasih.......salam kenal

    BalasHapus
  15. harus banyak belajar dari mbak Niken nih, karena Fauzan udah mulai sulit dinasehati. Perlu ekstra sabar dan sikap tenang dari ibunya ya .. hiks, belum bisa seperti itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga banyak belajar dari tulisan2 bu Dey...
      Memang sulit menahan emosi ya bu. Kalau kita sulit, tentunya anak juga sama.... :)

      Hapus
  16. oh great mom...
    jadi ingat ayahku dulu, tidak pernah ada kemarahan pada anaknya, saat menghadapi kenakalan dan kebandelanku selalu diajak ngomong santai dikamar dan setelah itu aku menangis terguguk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ooohh... dulu bandel ya...? Pantesan... :D

      Subhanallah mas.... Ayah yang bijaksana sekali. Semoga beliau tenang di alamnya.

      Hapus
    2. kalo gak bandel bukan anak laki namanya...

      Hapus
    3. Hehehe.... Tapi jangan ajarin Dev bandel ya...

      Hapus
  17. Wah makasih sharingnya krn aku juga punya anak remaja. Kalau didiemin gak ngeh, kalau diomelin malah ngambek heheheee...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya begitu itu anak-anak.... Harus dipancing dulu dengan cara yang pas.

      Hapus
  18. Loh Lutfhan kok gak dicium keningnya Bun.. apa Lutfhan gengsi karena udah gede ya hehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lupa aja ngga ditulis mas Lozz... Itu hobby bundanya juga cium kening dan pipi anaknya... hehehe
      Luthfan kalau di rumah sih masih mau, ga tau deh kalau ada temannya...

      Hapus
  19. Sifat anak berbeda satu lama lain. Ada yang terbuka,terus terang, mau mengemukakan pendapatnya. Ada juga yang tertutup.
    Sebagai orangtua tentu kita tak bisa menggunakan hak secara penuh dengan bersikap otoriter.
    Seperti saya tulis dalam buku, mengasuh anak seperti memegang burung. Jika kita pegang terlalu keras dia tak akan bisa bernafas. kalau kita longgar dia akan kabur. Jadi memegangnya harus onggong-onggong.

    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memegang dengan ogong-ogong itu jangan kenceng2 ya maksudnya pakde...
      Perumpamaan yang bagus banget ya...
      Trimakasih nasehatnya...

      Salam kembali

      Hapus
  20. Setiap anak memang punya karakter sendiri-sendiri ya Bu Niken ...


    Dan masing-masing punya kekhususan sendiri ...

    Kalau boleh saya meminjam cara Bunda, istri saya ...
    Biasanya dia akan duduk di sebelah anak-anak ... lalu tangan bunda langsung berkeliaran di kulit kepala dan rambut anak saya ... dia biasanya mencari kotoran rambut / kotoran kulit kepala ... menggosok lembut ... sedikit menggaruk perlahan ... kadang dibelai ...
    tangan ibu itu memang ajaib ... biasanya kalau sudah begitu ... anak-anak langsung curhat sama bundanya ... :) :) :)

    Salam saya Bu Niken

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali om Nh...

      Waahhh... saya merasakan sendiri om... rasanya dari telapak tangan saya tuh keluar pancaran sayang dari hati saya buat anak-anak. Makanya saya bilang, bukan hanya anak-anak yang butuh belaian itu, tapi para ibu juga butuh meluaokan perasaannya melalui belaian itu.

      Salam kembali om...

      Hapus
  21. Memang gak ada yang sempurna. Yang ada adalah yang nyaris sempurna. Doain aku dapet istri yang sifatnya kayak bunda, yang kesabarannya dan dalam cintanya kayak bu raras, ketabahannya kayak ibuku, dan cantiknya seperti marsanda. #ups, wagagagagagagag....

    Amin....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bu Raras tuh siapa mas Ridwan...?

      Aamiin... semoga harapan mas Ridwan didengar Allah dan dikabulkan. Untuk itu.. layakkan dirimu mendapatkan wanita seperti itu... :)

      Hapus
  22. Bunda hebaaat !!

    Jadi inget ibuku dech :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lond distance dengan ibunda ya mas...?
      Semoga beliau sehat selalu.

      Hapus
  23. Terimakasih sharingnya mbak Niken... Insya Allah berguna buat kita yg membacanya... Bagaimana dengan ananda sekarang, smga masalahnya sdh teratasi ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trimakasih kembali mbak Mechta...
      Alhamdulillah sekarang sudah nyantai lagi.

      Hapus
  24. kadang2 ibu2 melampiaskan ke anak, itu gak labil ya. ibu mesti ekstra sabar, pengertian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau mau anaknya jadi anak sabar, ya ibunya dulu jadi orang sabar.
      #belajar

      Hapus
  25. gag ada yg namanya anak bermasalah.. (bukannya mo menggurui) tapi emang kita nya yg harusnya luas wawasan dalam ngadepin model2 anak, apakah kita tau mereka termasuk yg melankolis, sanguinis, koleris atau yg mana, atau kita tau kah bahwa mereka itu visual, audio, kinestetik, sosial, penyendiri, (ada 7, lupa).. mereka termasuk yg otak kanan apa kiri.. dsb dst dll.. :(

    tiap anak punya kecerdasannya masing2.. tugas kitalah menggali dimana potensi sebenernya yang mereka punya..

    klu saiia.. banyak2 inget sama nafas.. perlambat nafas agar gag emosian.. :) sekali lagi maaf.. :) semua anak adalah karunia luar biasa Sang Pencipta.. saiia setuju.. perbanyak pelukan dan ungkapan kasih sayang.. cukup membantu kepribadiannya terbentuk :)

    salam sukses!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Senang dapat masukannya... Makasih ya...
      Memang sebagai ibu, saya harus lebih banyak melatih kesabaran agar tidak lepas kontrol.
      Setuju dengan pendapat mas/mbak, setiap anak punya keunikan sendiri2 dan harus kita kenali dengan baik.

      Salam sukses kembali.

      Hapus
  26. harus tenang kl menghadapi anak ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang memang suka khilaf terbawa emosi. Asal tidak berlebihan dan segera memperbaiki diri.

      Hapus
  27. kejadian bunda sama dengan apa yang sedang saya alami

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kejadian seperti itu memang bisa dialami siapa saja. Semoga kita bisa bijak dalam menanggapinya.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Pena Bunda © 2008. Design By: SkinCorner