Minggu, 23 Juni 2013

Tips Mendampingi Anak Nonton TV

Bismillahirrahmannirrahiim,

Kita selaku orang tua, pasti sepakat bahwa anak-anak perlu di dampingi ketika menonton televisi. Apalagi kalau mengingat acara TV yang ada sekarang ini, malah banyak yang memutuskan untuk menjauhkan TV dari keluarga. Acara tivi sekarang ini memang bikin pengen mengurut dada.  Nonton berita, isinya kalau enggak demo, pembunuhan, korupsi, kecelakaan, kerusuhan atau tidak kekerasan lain.  Nonton acara musik, penyanyinya pakai pakaian yang minim-minim. Nonton sinetron, ceritanya lebay-lebay. Nonton film kartun juga mesti dipilih-pilih sebab sering ada cerita-cerita yang bisa membawa pengaruh kurang baik buat perkembangan jiwa anak-anak.


Memang acara TV, menurutku pribadi sudah sangat mengkhawatirkan. Kadang bahkan dalam acara yang seharusnya mendidikpun, terselip hal-hal yang tidak pantas dilihat anak-anak, entah itu dari si pembawa acara, atau iklan-iklan yang lewat ditengah-tengah acara. Berita yang seharusnya bisa menjadi sebuah informasi untuk kita, juga sudah tak sehat dan porposional lagi dalam memberitakan sesuatu. Menimbulkan image dan pemahaman yang keliru buat masyarakat.

Di keluargaku, walau kami tidak TV minded, tapi tetap belum bisa menghindari TV dengan Say No to TV Program. Membatasi acara-acara apa saja yang bisa anak-anak tonton sudah jelas dilakukan. Kadang berbenturan dengan usia mereka yang berbeda-beda. Menimbulkan protes dari sang adik ketika sang kakak boleh tidur lebih larut dari pada dia. Jam tidur adalah jam 21.00 WIB. Kalau sang kakak boleh sampai jam 22.00 karena menonton TV, sang adik akan meminta hal yang sama.

Tentu saja hal itu harus disiasati. Memberi pengertian kepada sang kakak, untuk menemani dulu adiknya tidur, baru meneruskan acara TV yang ingin ditontonnya (itupun hanya untuk malam-malam libur). Juga memberi pengertian kepada sang adik untuk bisa memahami bahwa perbedaan ijin itu bukan karena pilih kasih.

Dalam mendampingi anak nonton TV, apa yang harus dilakukan? Berikut ini, aku coba berbagi apa yang aku lakukan kepada anak-anakku.

1. Tidak menyalakan TV pada pagi hari (kecuali hari libur), sebab hal itu bisa mengganggu persiapan mereka berangkat sekolah. Mata mereka jadi terbagi dengan acara TV. Kalau yang disetel film kartun, bisa-bisa malah jadi terlambat. Kalau yang disetel berita, kuatir pagi-pagi sudah masuk berita negatif untuk memulai hari. Lebih baik memanfaatkan suasana pagi dengan berinteraksi dan menyemangati hari mereka.

2. Aku dan suami tidak meletakkan TV di kamar. Sebagai contoh untuk anak-anak, bahwa kami juga membatasi kegiatan menonton TV. Kalau di kamar kami saja tak ada TV, apalagi di kamar anak-anak. TV adanya di ruang keluarga, supaya menonton TV menjadi kebersamaan keluarga. Belajar bertoleransi menyepakati acara apa yang akan ditonton bersama. Kadang memang ada sedikit selisih pendapat mengenai progran TV yang akan ditonton, tapi kemudian anak-anak bisa bersepakat sendiri.

3. Tidak menyalakan TV saat jam belajar. Mendekati maghrib, TV harus sudah mati. Sebagai konsekwensinya, aku dan ayahnya juga tidak akan menonton TV pada jam-jam tersebut. Walau mereka belum tentu belajar, tetap saja TV tidak boleh dinyalakan, menghargai saudaranya yang sedang belajar.

4. Mendiskusikan dengan anak-anak, acara apa saja yang bisa mereka tonton. Jam berapa mereka boleh setel TV, apa alasan program ini boleh ditonton, mengapa program itu tidak boleh ditonton.

5. Mendampingi anak-anak menonton TV. Duduk bersama mereka menonton, kemudian menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah acara. Anak-anak belum mampu mengambil hikmah dari acara yang ditontonnya. Mereka hanya menonton, merasa asyik dan suka dengan tontonannya. Kadang ada hal yang tidak baik, yang kuatirnya akan mereka rekam dan menjadi pemahaman mereka. Disinilah pentingnya peran orang tua. Menjelaskan makna yang terkandung dalam acara yang ditontonnya.

Contohnya: Pada film kartun Spongebob Square Paint, ada episode dimana tali sepatu Spongebob lepas ikatannya, dan dia lupa cara mengikatnya kembali.  Hal itu membuat Spongebob jadi merasa tak mampu melakukan apa-apa, bahkan membuat Krabby Patty pun dia tak mampu.

Aku bertanya terlebih dahulu kepada anak-anak, apa yang mereka simpulkan dari cerita itu. Jawaban Fanni kala itu,"Kita harus bisa ikat tali sepatu sendiri." Jawaban Hilman,"Harus bisa urus diri sendiri." Astri yang kebetulan lewat menjawab dengan bercanda,"Jangan pakai sepatu yang ada talinya." qiqiqiqi.

Kalau menurut bunda, ada hikmah yang bisa kita ambil dari kasus itu:

Spongebob itu terlalu fokus pada masalah kecil, seperti tali sepatu yang lepas itu.  Sampai-sampai dia merasa tak mampu mengerjakan pekerjaan lain, hanya karena dia lupa cara mengikat tali sepatu, harinya jadi berantakan.  Jadi makna yang bisa kita ambil adalah, kita tidak boleh fokus pada kelemahan kita. Hanya karena tidak mampu mengerjakan sesuatu, kita jadi merasa tidak bisa mengerjakan semua hal.  Padahal kan memang semua orang punya kelemahan atau kekurangan, tapi juga punya kelebihan.  Jadi tidak perlu terlalu sedih dengan kelemahan kita, malah kita harus menunjukkan kelebihan kita.

Membincangkan seperti itu sering sekali aku lakukan. Karena kebiasaanku itu, Astri jadi suka bercanda olok-olok kalau aku sudah duduk diantara mereka nonton TV. Astri akan menghitung," 1....2...3! Bunda komeeennnn!" Hahahaha... Hafal sekali dia dengan ekspresi wajah bundanya kalau sudah mau "ceramah".

6. Jika ingin melarang anak menonton TV, gunakan kalimat yang tepat sasaran. Jangan mengatakan kepada hal-hal yang kalau mereka balikkan ke kita akan menjadi bumerang sendiri.
Misalnya,"Kamu sudah segede gitu masih nonton film kartun." Padahal maksudnya hanya ingin menyuruh mereka mandi, tapi mereka malah asyik nonton TV. Coba bayangkan kalau anak-anak kemudian berpikir,"ooh, berarti aku sudah besar, tontonanku bukan kartun lagi, tapi film-film dewasa."

Nah loooh! Kan malah berabe kalau mereka beralih ke film dewasa. Nanti kalau kita tahu hal itu, kita akan menegur mereka, dan bisa saja mereka membalikkan,"Lhooh katanya aku sudah gede, kok masih nonton kartun, sekarang aku nggak nonton kartun malah dimarahi." Hiks. Hati-hati ya teman kalau bicara sama anak-anak.

Disamping itu, hal penting yang tak bisa diabaikan adalah, menanamkan kepada anak-anak nilai agama, agar bisa menjadi filter bagi mereka, saat kita tak bisa ada disamping mereka. Mereka akan mampu membuat pendapat sendiri, ini baik itu buruk dengan adanya filter itu.

Tips diatas mungkin belum lengkap. Itu semua hanya pengalaman pribadiku saja.Seandainya teman-teman ada masukan, boleh dong dishare di kolom komen, supaya kita bisa saling belajar. Terima kasih.


26 komentar:

  1. Bagus tips-nya. Sayangnya jaman sekarang sudah nggak banyak tontonan yang memang dikhususkan buat anak-anak. Kalo jaman saya dulu, tiap sore pasti ada acara musik anak-anak atau kartun-kartun, sekarang mana ada...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu makanya sebagai orang tua harus cermat mengamati hal tersebut.

      Hapus
    2. TV memang banyak program menarik. Maka saya mendukung gerakan dampingin anak saat berada di depan televisi. Nah pengusaha media televisi pun harus terus mengkampanyekan BO alias bimbingan orang tua

      Hapus
    3. Memang seharusnya ada kerja sama dari berbagai pihak agar acara TV bisa lebih bermanfaat

      Hapus
  2. anak-anak menyalakan TV hanya jam 5 sore saja mbak :) emaknya agak protektif soalnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Usia anak-anak yang berbeda-beda yang membuat program tontonan juga berbeda. Anak laki2 dan perempuan juga beda selera. Jadi harus bisa memilah-milahnya.

      Hapus
  3. Memang penanaman nilai2 agama itu yang penting Bunda...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas Topics, sampai kapan sih kita bisa ada buat mereka? Mereka harus kita siapkan bekal agama untuk hidup mereka.

      Hapus
  4. setuju dengan tips yang nomer 6 bunda.. :)

    BalasHapus
  5. Waahh.. point2nya saya colong Bund'.. :)
    Acara TV sekarang memang mengkhawatirkan.. -____-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan dicolong teh Bonit.. Saya kasihkan saja. :D

      Hapus
  6. Menonton acara di televisi.memang harus.selektif ya, Mbak. Karena di antara.yang tidak.baik itu, masih ada jg yg bermanfaat, informatif dan inspiratif. Peranan org.tua memang diperlukan dlm mendampingi anak2nya dlm hal ini. Nice tips, Mbak. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak Al. Kita memang sulit kalau hanya melarang-larang terus. Lebih baik memberi sedikit toleransi tapi dengan pengawasan kita.
      Makasih mbak.

      Hapus
  7. bagus kali tips2 nya mbak, tapi sayang akhir2 ini saya lihat tayangan televisi banyak yg kurang mendidik malah iklan2 yang tayang pun byk yg ga rasional untuk umur anak2, memang membatasi nonton TV serta mendapingi anak2 saat nonton merupakan hal yg bijak, saya malah pernah kerumah salah satu sahabat suami saya, mrk tidak nonton tv, tv hanya menghidupkan kaset2 film yg seusia anak2, mmg luar biasa, anak2 mereka tumbuh dgn didikan yg bagus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memilihkan kaset-kaset pilihan juga bagus tuh Lisa. Anak-anak juga punya kaset-kaset sejenis. Tapi memang masih belum bisa lepas sama sekali dengan TV. Makanya ya itulah. Batasi dan dampingi.

      Hapus
  8. Saya setuju dengan tips2 dari Bunda Lahfy. Saya pernah mencoba dlm satu hari saya tdk nyalakan TV sama sekali,dan anak2 Alhamdulillah tdk ada yg kepengen menyalakan TV.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syukurlah kalau tidak masalah dengan hal itu. Banyak hal lain yang bisa dikerjakan, banyak cara lain untuk mendpt informasi dan hiburan.

      Makasih mbak Santi.

      Hapus
  9. Saya termasuk orang yang memberi kebebasan pada anak, tidak terlalu mempermasalahkan, yang penting kita memberi point2 dasar atas tayangan tersebut, misal Dev mau nonton dunia lain seperti masalah ruh gentayangan, kita kasih tau tentang itu berdasarkan keyakinan Islam yang benar. semakin dilarang justru akan membuat anak2 jadi penasaran ingin tau, justru yang bahaya bila mendapatkan tayangan dari luar rumah yg tak terkontrol. Alhamdulillah Dev tdk terlalu suka nonton TV.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah Dev sudah sedemikian baik penanaman keislamannya. Apalagi mama dan papa Dev begitu perhatian.

      Apa kabar Dev? Liburan ke mana?

      Hapus
  10. thx tipsnya mbak...meskipun sulit..tapi emang kudu kita jalanin sih. Punya 3 anak dgn selera yg berbeda sangat sulit buat kompromi. tapi yg saya dukung tonton film kartun buat anak2 adalah Upin & Ipin karena banyak nilai2 dasar etika dan agamanya khususnya buat anak yg berumur 7 tahun.
    Biasanya saya sih tidak memaksa untuk mematikan tv...terutama anak yg paling tua karena dlam belajar dia kudu ada suara yg menemaninya...kalau sunyi senyap...dijamin ga sampai 10 menit sudah tertidur lelap....hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Upin Ipin memang banyak nilai etikanya, anak-anak saya juga suka.
      Memang punya anak bermacam2 usia membuat kita punya kebijakan sendiri ya mas. Sepanjang bisa menjadi toleransi, rasanya bisa diatur :)

      Hapus
  11. Terkadang tontonan yang selektif sekarang ini sangat berbenturan dengan waktu jam tayang yang bertepata dengan waktunya anak-anak belajar Mba.

    Walau pun sekarang ini sudah ada tontonan yang bersifat pendidikan sejarah dan budaya tentang kerajaan yang diperankan oleh tokoh anak-anak, tapi waktunya masih sangat berbenturan dengan waktu belajar anak.

    Dan tips di atas merupakan tips yang bisa memberikan solusi buat kita sebagai orang tua untuk mengarahkan anak untuk menerima totonan televisi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali mas Indra, waktunya suka ga pas buat anak-anak. Kadang juga iklannya itu loh nggak nguatin.

      Makanya harus pintar-pintar menyiasatinya.
      Makasih mas.

      Hapus
  12. Sependapat dengan usulnya, Mba, namun keluarga saya masih belum terlepas dari acara-acara TV karena cuman TV yang bisa buat kami sekeluarga jadi dekat.


    Follow blogku juga http://jamtanganpunya.blogspot.com :)
    salam kenal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selama itu sudah menjadi kesepakatan dan bisa dipertanggungjawabkan, rasanya tidak masalah mas Adit.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Pena Bunda © 2008. Design By: SkinCorner