Kamis, 27 Desember 2012

#Postcardfiction: Layak



“Keterlaluan!”

Edo menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dengan gusar. Emosi masih menguasainya. Ia lalu berbaring sambil menutup matanya dengan bantal. Berusaha melupakan kejadian yang tidak mengenakkan hatinya.

“Aku tahu aku salah, tapi apa perlu aku dipermalukan di depan umum seperti itu? Tidak bisakah Laila menegurku secara pribadi?”

Tidur... Edo memaksakan dirinya agar bisa terlelap. Berharap setelah bangun tidur hatinya menjadi tenang. Edo menyalakan MP3 yang berisi lagu-lagu pilihannya. Perlahan-lahan emosinya luruh dan akhirnya bisa tidur dengan lelap.

**** 

“Duuh.. Apa yang kulakukan tadi? Bagaimana mungkin aku perlakukan Edo seperti itu,” Laila berjalan menunduk menyusuri trotoar. Langkahnya gontai. Menyesali apa yang diperbuatnya kepada Edo, sahabatnya. Edo menjadi semarah dirinya. Namun Edo hanya menatapnya tajam dengan amarah yang terpendam, kemudian bergegas meninggalkan Laila yang tak menyangka dengan reaksi Edo.

“Tapi Edo keterlaluan. Seenaknya saja mengingkari janji,” hati Laila mencari pembenaran atas sikapnya.

Harusnya kemaren siang Edo menemani Laila wawancara pekerjaan. Laila tidak tahu letak kantornya. Meminta tolong Edo untuk menemaninya. Edo menyanggupi. Tapi ternyata Edo lupa kalau hari itu dia ada janji dengan clientnya membahas proposal kerja. Fatalnya, Edo juga lupa memberitahu Laila akan hal ini. Akhirnya Laila melewatkan kesempatan wawancara itu.

*** 

“Laila, maafkan aku. Kau memang berhak marah padaku. Aku memang salah. Kau jadi gagal wawancara kerja,” Edo menelpon Laila setelah bangun dari tidurnya.

“Aku juga minta maaf Edo. Tidak seharusnya aku memarahimu seperti itu di depan teman-temanmu. Mungkin memang aku belum berjodoh dengan pekerjaan itu,” Laila merasa tak perlu memperpanjang masalah dengan sahabatnya itu.

“Laila, persahabatan akan indah bila saling berbenah bukan? Dan akan menjadi sehat bila saling bernasehat. Satu dua kesalahan hanyalah pemanis tali persahabatan kita. Yang akan menyelamkan kita pada sebuah pemahaman, akan ketulusan dan kokohnya persahabatan kita. Tetaplah menjadi sahabatku, Laila”

“Ya Edo, terima kasih atas perhatianmu selama ini. Akan kubuat diriku layak menjadi sahabatmu.”




34 komentar:

  1. Sebuah persahabatan memang sudah seharusnya begitu, saling mengisi, menasehati dan improvisasi diri. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Alaika...
      Tak perlu merasa lebih baik atau lebih buruk.
      #peluk mbak Alaika...

      Hapus
    2. Kok batuk mas Insan...? Udah minum obat?
      Mau yaaa jadi Edo...

      Hapus
    3. layak dong :) hehehe
      *nimbrung seenaknya

      Hapus
  2. Hilaf adalah milik manusia. Memaafkan adalah hal begitu terpuji. Selamat bund. Makin keren aja ceritanya ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dibilang keren sama pak guru... Asyiiiikk... Ma'aciiih...

      Hapus
  3. wah tertampar saya membaca ini...
    jangan tanyakan kenapa..!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anda memang "LAYAK" merasa tertampar sebagaimana bunyi judul cerita ini! Huh!!!

      Hapus
    2. Siapapun "LAYAK" tertampar membacanya termasuk anda
      jangan tanya kenapa !

      Hapus
    3. @Mas Insan: Huaaa... kok gituuu...? saya ga nampar kok... Memang situ nama aslinya Edo ya...??

      @Mas Belalang Menyerinagi: huaa..huaaa... malah tambah dipanasin...

      @Mas Belalang nyengir: Huaa...huaaa...huaaaa... Ga nanya kenapa! Tapi jangan tampar-tamparan disini doong...

      :P :P :D

      Hapus
  4. naaah gitu doongg, jangan marahan lama-lama yaaa ;)

    BalasHapus
  5. Asiik udah baikan,
    nah gitu dong...
    sahabat tak baik bertengkar terlalu lama :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaaa...asyik nih mbak Hasana.... udah rukun lagi... :D

      Hapus
  6. jgn marah2 lama2 kl sm sahabat :)

    BalasHapus
  7. jangan kebanyakan marahan, entar jadi suami istri loh

    BalasHapus
    Balasan
    1. lha kok banyak marahan malah bisa jadi suami istri...?
      Memang aneh deh mbak Aneh Indah... :D

      Hapus
  8. jarang orang yang mau berbesar hati .... #untuk saat ini di zaman yang serba individualis hehehe walaupun ini fiksi tapi ya memberikan sebuah gambaran ... memulai mengucap sebuah kata maaf ternyata dahsyat efeknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betuuulll...
      Sebuah kata maaf bermakna dalam, apalagi kalau diucapkan pada saat yang tepat.
      Makasih kunjungannya ya omiyan... :)

      Hapus
  9. sama-sama belajar ya mbak, jangan ingkar janji dan juga mudah marah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Lidya... saya nih yang masih suka mudah marah... hehehe... :)

      Hapus
  10. Kalau mau marah katanya harus berhitung sampai 10 agar marahnya tak meledak
    Twitterku di kampung fiksi dan smartfren kok nggak muncul2 ya jeng.
    Sentime deh
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitu hitungan 10 disodori bebek goreng... Wis jamin akur maneh...

      Sabar pakde... Yang penting menang...

      Hapus
  11. sahabat itu harus saling memaafkan :D

    BalasHapus
  12. Bumbu-bumbu dalam persahabatan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa...
      Komplit itu bumbunya... Bumbu rendang aja kalaah... :D

      Hapus
  13. persabahatan ibarat berlian yang berkilau dalam lumpur kehidupan :-)

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Pena Bunda © 2008. Design By: SkinCorner