Sabtu, 01 Desember 2012

Di Tiap Langkahku Ada Cita-cita Mereka

google image


Bismillahirrahmannirrahiim...

Salah satu moment sehari-hari yang aku suka adalah... ketika aku pulang dari pasar, melihat anak-anak sedang bersiap untuk ke sekolah. Menemani mereka sarapan pagi sambil menikmati segelas teh hijau hangat. Mengobrol ringan dengan mereka. Tentang apa saja. Kadang cerita sekolah, kadang juga sekedar membahas sarapan untuk esok hari. Dihiasi teriakan-teriakan seperti:

"Mas Luthfan cepet dong... aku piket nih...!"
"As.. aku tinggal lho kalau lelet... udah siang niih..!"
"Hilman makan jangan lama-lama dong.. nanti aku telat...!"

Hahaha... serunya suasana pagi. Anak-anak berangkat sekolah bersama-sama. Adalah tugas Luthfan mengantar adik-adiknya dulu sebelum dia menuju sekolahnya. Makanya teriakan-teriakan ringan itu menghiasi suasana pagi, karena Luthfan kuatir terlambat masuk sekolah.

Keceriaan pagi hari membuatku memperhatikan satu persatu tingkah laku anak-anak. Geli juga melihat Luthfan menggoda Astri seolah-olah mau berangkat duluan dan ninggal Astri. Sementara Astri yang selalu berusaha berjilbab rapi, masih sibuk memakai jilbabnya.

Dengan bergegas anak-anak mencium tanganku dan ayahnya untuk berpamitan.

"Assalamu'alaikum... daggh bunda... daggh ayah... Do'ain aku ya...!"

Satu persatu mereka mengucapkan itu. Aku melepas dengan pandangan penuh harap. Doa dalam hati aku panjatkan untuk keselamatan mereka dijalan dan semoga ilmu yang mereka dapat menjadi keberkahan buat hidup mereka.

Dalam tiap langkahku... ada cita-cita mereka.

Kemaren pagi, aku dan Astri sarapan berdua di meja makan. Yang lain masih sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Rugi dong kalau tidak memakai waktu singkat itu untuk berbincang-bincang. Apalagi sekarang ini kegiatan Astri lebih sibuk dari pada bundanya.

Obrolan dimulai dengan pertanyaanku tentang pelajaran sekolahnya. Apakah dia terbeban dengan pendalaman materi di sekolah dan bimbingan belajar untuk persiapan UAN. Syukurlah, Astri masih bisa enjoy menjalani semuanya. Bahkan nilai-nilai ulangannya cenderung meningkat. Semoga akan menjadi lebih baik.

Perbincangan kami terus mengalir, sampai pada cerita Astri tentang teman-temannya. Menyampaikan beberapa keheranannya akan hal yang menurutnya "aneh".

Astri  : "Bunda lucu deh... masak temanku minta dibeliin I Pad sampai nangis tiap hari. Katanya ngga akan  berhenti nangis kalau belum dibeliin. Dan akhirnya 2 hari kemudian dibeliin."

Bunda : "Bukan lucu dong itu. Menurut Astri sikap temanmu dan orang tuanya gimana?"

Astri  : "Temanku itu keterlaluan. Masak dia ngga mikir kalau yang dimintanya bukan barang murah. Siapa tahu orang tuanya sedang ngga punya uang. Trus lagian orang tuanya pakai ngalah pula. Kan jadi gede kepala temanku. Kebiasaan dia itu bunda. Kalau minta sesuatu memang gitu."

Bunda : "Kalau Astri sendiri gimana, misalnya minta sesuatu tapi ayah bunda ngga turuti?"

Astri   : "Ya ngga apa-apa. Aku yakin kalau ayah bunda ngga turuti permintaanku pasti ada pertimbangan. Mungkin karena belum ada uangnya, atau memang aku belum waktunya memakai barang itu. Sabar aja."

Bunda  : "Aiiih... bijaksana sekali anak bunda ini. Betul nak... Ayah Bunda pasti akan berikan yang terbaik semampu kami untuk kalian semua. Kita saling percaya aja ya..."

Astri   : "Adalagi yang lebih aneh Bun... Masak ada temanku yang disuruh ibunya buat cari pacar. Hahaha... anaknya malah disuruh pacaran Bun... Aneh khan Bun...?"

Bunda  : "Ya Allah... Mungkin ibunya kebanyakan nontron sinetron itu mbak... Tapi memang ada sebagian orang tua yang merasa kalau anaknya ngga punya pacar itu berarti anak tidak disukai, tidak gaul, tidak laku... Padahal itu kan sama saja menyuruh anaknya mendekati dosa. Kalau Astri sendiri gimana...?" (selalu aku balikkan dengan pertanyaan yang memancing pendapatnya)

Astri   : "Ga mau pacaran ah...! Cuma bikin pusing aja."

Bunda : "Iya nak... Ngga perlu pacaran. Nanti kalau sudah waktunya, pasti Allah akan tunjukkan jodohmu."

Astri   : "UAN....UAN... Bun....! Malah ngomongin jodoh."

Bunda :  "Lho yang mulai khan Astri tadi.. hahaha.... Ya sudah nak.. sana berangkat sekolah. Tuh mas Luthfan udah teriak-teriak aja."

Astri  : "Ntar lanjut lagi ngobrolnya ya bun... "

Obrolan singkat, tapi buatku itu punya arti besar. Semoga buat Astri pun demikian. Ada banyak hal yang aku dapat dari perbincangan itu. Bahwa Astri punya sikap dan bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Bahwa Astri tahu apa yang harus menjadi prioritasnya sekarang. Bahwa Astri memahami dan percaya pada aku dan ayahnya.

Kepercayaan anak terhadap orang tuanya itu adalah sebuah keharusan buatku. Kalau anak sudah tidak percaya pada orang tuanya, mereka akan kehilangan rasa percaya diri. Pencariannya diluar rumah hanya akan menjerumuskan mereka pada hal-hal negatif.

Dan bagaimana agar anak bisa mempercayai orang tuanya...? Ya berbuatlah hal-hal yang bisa dinilai baik oleh anak. Memberi contoh tidak sekedar menyuruh, mendengarkan tidak sekedar bicara, mempercayai tidak sekedar minta dipercaya, mendekat tidak sekdar minta didekati, memeluk, membelai, mengatakan kata-kata sayang setiap hari, mau mengakui kesalahan tidak sekedar menuntut permintaan maaf, mau menerima kritik tidak sekedar mengkritik.

Kita yang sudah melewati usia mereka seharusnya bisa lebih memahami mereka dibandingkan mereka yang belum sampai pada usia kita. Jadi kalau kita tidak bisa memahami anak... bagaimana anak bisa memahami kita...?








34 komentar:

  1. Ibarat Tanaman tergantung merawatnya
    bila dirawat dengan kasih sayang
    bila tiap hari disiram dengan air ruhani
    dan dipupuk dengan makanan yang halal
    maka akan tumbuh menjadi anak yang sehat dan berbuah akhlakul qarimah

    BalasHapus
  2. Amankan pertama, baru baca sambil ngeteh.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jiaaaaaaaaaaah keduluan Mas Robbani....

      Isin aku....

      Hapus
    2. wakakakakaka....
      lari sambil tutup muka....

      Hapus
    3. hmmm..
      plus di ece neh.... heheee....

      Hapus
    4. @Kiki: Wkwkwkwk.... Kiki kelamaan bikin teh sih... jasi keduluan deh... Kalau mas Insan ada radar soalnya. qiqigi...

      @Mas Insan Robbani: Aamiin... Insya Allah demikian mas. Tanaman tidak cukup hanya disiram memang. Pupuk harus selalu kita tambahkan agar subur.
      Dalam kekurangan kita bisa menemukan kelebihan. Keluarga saya pastinya masih banyak kekurangan. Tapi rasa kekeluargaan membuatnya menjadi terasa lebih.

      Hapus
  3. Wah, saya ngebayangin aja jadi adem Bun...
    pokoknya nanti kl udah berumah tangga, Istri saya saya suruh konsultasi sama Bunda.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Adem soalnya disini banyak anginnya Ki... hehehe...
      Ayo sini kenalin sama bunda calonnya Kiki. :p

      Hapus
  4. Bun.... Aku belum mengalami fase itu. Baru ngerasain rame tiap hari rebutan pinsil aja...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rebutan pinsil siapa yang menang...?
      Nanti acara rebutan pinsil itu akan menjadi kenangan diantara saudara.

      Hapus
  5. Bunda, template baru ya?hehe, maaf baru sempet mampir

    saya belum melewati masa ini, bun...masih fase 'celotehan dan rebutan sekaligus tangisan'. semoga kelak sy lebih bijak dalam segala hal terutama dalam meraih cita-cita anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Blog baru... yang Lovely tetap ada.
      Makasih mampirnya.

      Nikmati saja tiap fase dengan lapang dada. Karena semua akan punya makna. Dan fase sekarang berpengaruh dalam pencapaian cita-cita anak.

      Hapus
  6. seneng ya kl anak tetap menjaga komunikasi dg kita :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Myra juga selalu menjalin komunikasi yang baik dgn Keke dan Nai. Modal yang baik mbak. Terus dibina sampai mrk dewasa.

      Hapus
  7. alhamdulillah...sudah mulai tampak ya hasil didikan ayah-bundanya semenjak kecil... semoga kedepan kian lancar jalan mereka meraih cita2 ya mbak.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin Ya Rabbal Alamiin...
      Alhamdulillah dikaruniai anak-anak yang baik dan pengertian

      Hapus
  8. Subhanallah...
    Menanamkan nilai2 kebaikan pada anak sejak dini, insya Allah akan tetap melekat pada mereka hingga besar ya, Mbak.
    Tak sedikit kita lihat orang tua yang mengalah pada anaknya. Bahkan ada anak yang 'ngakalin' ortunya supaya keinginannya dikabulkan, seperti contoh di atas itu... :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penanaman seperti itu harus kontinyu. Tidak bisa hanya sesaat.
      Mengalah pada anak adakalanya harus kita lakukan, tapi lihat dulu kasusnya apa.

      Hapus
  9. Hm..,inspiratif. Hampir sama juga dengan pengalaman pribadi saya bersama putra tunggal saya.Dia sudah SMU, jadi saya bener-bener hati-hati soal pergaulannya. Tetap berusaha memantau. Syukurlah, sampai saat ini, dia belum berpikir untuk pacaran. Saya pun selalu tak lupa mengigatkan untuk konsentrasi ke pelajaran sekolahnya saja.
    Makasih, Mbak Niken, dah mampir ke lapak saya.... :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga anak-anak mampu memilah2 mana yang baik dan buruk buat diri mereka ya mbak...
      Trimakasih juga sdh mau kemari :)

      Hapus
  10. bener sekali bagima kita bisa di pahami anak apalagi kita tak memahami mereka jadi kita harus saling memahami mereka tentunya

    BalasHapus
  11. "Kita yang sudah melewati usia mereka seharusnya bisa lebih memahami mereka dibandingkan mereka yang belum sampai pada usia kita. Jadi kalau kita tidak bisa memahami anak... bagaimana anak bisa memahami kita...?"

    kata banyak orang selama ini : aku pernah susia kamu, udah pengalaman kayak kamu, makanya aku....

    quote yang tepat banget bunda. sekali lagi hari ini aku belajar....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belajar disini boleh nyontek mas... hehehe...
      Makasih ya mas gegegegeg...

      Hapus
  12. iiih astri pinter banget siih, jadi gemes mau cubit pipinya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pipi Astri memang enak kalau dicubit tante... hehehehe...

      Hapus
  13. Wah warna bekgron bloknya ngejreng, Agak sulit saya membacanya karena warna fontnya hampir sama dengan warna bekgronnya. Hhieieie. Intermezo aja nih.

    Bercengkerama dengan anak anak memang menyenangkan apalagi bisa menemani mereka sarapan pagi atau sekedar jalan jalan sore bersama sama. Sungguh menyenangkan. Cape kerjaan bisa hilang jika melihat anak anak sehat, tertawa dan ceria.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masak sih susah dibacanya pak?

      Kita butuh anak2 untuk menceriakan hari2 kita. Jadi sudah sepantasnya kita bahagiakan mereka.

      Trimakasih pak Asep...

      Hapus
  14. Minta di beliin Ipad
    Kalo nggak dibeliin nangis terus
    akhirnya 2 hari di beliin..
    wah mau dong. Kayanya ini inspirasi buat aku deh
    hehehehe...

    BalasHapus
  15. jadi melayang kemasa lalu...seperti itukah saya sebagai seorang anak dulu? dan sekarang saya selalu minta dingertiin oleh anakku...Masya Allah, mba makasih ya.... memang seharusnya yang sudah pernah melewati perjalanan waktu yang seharusnya memahami yang belum pernah ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kasihan anak2 kalau selalu dituntut utk memahami kondisi orang tuanya. Sedangkan kita tak bisa menyelami hati mereka.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Pena Bunda © 2008. Design By: SkinCorner